...
7: 20 PM
“Ran..kamu kan?” Tanya seorang
laki-laki bertubuh kurus tinggi berkemeja lengan pendek di depanku
.
“Iya, Aga?” Memori di otak Ran
tidak berhasil mencocokkan dengan tampilan laki-laki di depannya. Karena itu ia
terdiam beberapa detik mencerna.
“oh..thank God. Maaf telat, gue
sebenernya udah di daerah sini dari tadi. Tapi kelilingan ga liat lo. Salahnya
gue ga parkir. Terus, gue liat lo dengan jam tangan Baby-G lo itu terus gue
baru ngeh.”
“Masih kaya dulu ya Ga, kalo
telat long story kaya novel”kata Ranti tanpa nada sinis sama sekali.
“Some things never change..hehe”
Kata Aga nyengir. Melihat senyumnya baru kali ini Ranti yakin 100% kalau ini
seseorang yang dulu pernah dicintainya dengan segala hormon yang ada di
tubuhnya.
“Apa kabar Ga? Kita belum sempet
ngobrol ya di telpon kemarin. Your first call in years.” Ranti mensugestikan
otaknya untuk tidak merasa sedih dengan berkata barusan.
“Gue baik. Kamu? Gue sehat
meskipun jauh kurusan daripada dulu. Gue kerja ga jauh dari sini, rumah juga.
Tuh apartemen depan.”
“Waw..apartemen mewah itu?”
“Not mine..Gue maksa kantor
ngasih gue fasilitas sama dengan yang dikasih ke expat. Gue merasa kepintaran
gue sama kok dengan mereka, malah mungkin lebih, so I got it.”
“Good for you. Gue sesuai dengan
bidang ilmu gue dulu, gue jadi sekretaris. Jangan bayangin yang wah-wah dulu
juga. Gue ga pernah kecipratan uang korupsi pejabat kok.”
“Hahaha..kayanya itu sesuatu
yang harus dibanggakan”
“Yah syukurlah kalo iya” Ranti
mulai merasa kecanggungan dibanding detik-detik pertama mereka bertemu sudah
berkurang. Bagaimanapun juga 10 tahun sudah lewat. Pria ini adalah seseorang
yang terhitung cukup asing (lagi) bagi Ran.
“You look like a mess, Ga”
Setelah itu Ran menyesali perkataannya barusan. Dia sendiri yang paling
mengutuk keras orang yang berkomentar tentang penampilan fisik ketika pertama
kali bertemu orang yang sudah lama sekali tidak ditemui. Tapi ya sudahlah,
daripada canggung sama-sama diam.
“I believe that.” Setelah itu
muncullah display senyum andalan Aga yang membuat Ran cepat-cepat merevisi
pernyataannya sebelumnya.
Rasa nyaman Ran timbul
pelan-pelan seiring dengan obrolan-obrolan di sepanjang malam itu. Hatinya berjingkrakan
seperti baru saja menemukan pulpen favorit yang sudah lama hilang di kantor.
Aga membuatnya ingat akan banyak kesenangan di masa kuliah dulu. Sebagian besar
karena Aga adalah bagian dari semua itu. Aga, her first man crush. Yang mungkin
juga cinta, yang mungkin juga bukan. Karena terlalu banyak yang harus
dijelaskan untuk membuktikan kalau itu memang cinta. Love is not just feeling.
“Ga..apa yang terjadi 10 tahun
ini? How did u find me? Why? ” Akhirnya Ran memulai. Aga tidak akan menjelaskan
kalau tidak ditanya. Selfish son of a bitch.
“How-nya ga penting, teknis lah.
But the why part, mungkin ga cukup malam ini aja gue bisa menjelaskan apalagi
meyakinkan kamu. So ready?”
“Shoot” Ran pasrah.
“I was cheated on you. And i was
too ashamed to admit it. I’m a coward back than. I entirely hope I’m not that
person anymore. So, i chose to do this.” Ran sulit menangkap emosi Aga sewaktu
berkata ini. Diapun berusaha mencerna.
“Dina? Anak AISEC itu?” Sudah
ratusan kali Ran mengulang skenario akan bertanya seperti ini selama
bertahun-tahun di kepalanya. The day has come.
“Kamu udah tau” Bukan pertanyaan,
karena sudah jelas Ran tahu. Mungkin Aga juga sudah menduga kalau Ran tahu akan
hal itu. Sehingga dia pergi, tanpa memberitakan apa-apa selepas wisuda,
berharap Ran cepat melupakan dirinya. Ternyata yang tinggal bersama waktu Cuma rasa
bersalah Aga.
“Gue udah gak papa kok Ga. I
pass that years ago.” Ran ikut meyakinkan diri sendiri.
“Gue lega. Tapi gue tetep minta
maaf Ranti” Tatapan Aga terlihat tulus, Ran sekilas melihat noda basah di ujung
matanya. Tapi mungkin itu cuma khayalan.
Perasaan memaafkan itu ternyata
teruji jika kau berhadapan langsung dengan obyekmu langsung. Obyek yang kau
benci berulang kali, yang kau harap mereka tau sakitnya dibenci olehmu. Obyek
yang bisa kau sentuh, kau lukai, atau kau diamkan tanpa batas waktu.
Lebih mudah mempermalukan Aga,
daripada menerima semuanya.
Lebih mudah mencaci daripada
menerima semuanya.
Lebih mudah bersumpah tidak
mengampuni daripada menerima semuanya.
Tapi mungkin yang lebih mudah
bukanlah yang terbaik.
*Terinspirasi dari comebacknya AADC =D
Ini true so story ga? Karena emang ada temen ku yg jadian sama anak aiesec, dan namanya Dina...tapi si cowo nya bukan Aga, namun Dani hehehe
BalasHapusHahaha..no. Ini pure fiksi.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus